MENDONGENG DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Oleh: Saipurrahman
(Widyaiswara LPMP Kalimantan Selatan)
A. Pengantar
Dalam dunia kesusastraan Indonesia ada istilah
“pelipur lara”. Pelipur lara dalam pengertian umum adalah penghibur. Hal
ini sejalan dengan pendapat Prof Dr H.G. Tarigan dkk, (1988:116) yang
mengatakan pelipur lara adalah orang yang ahli bercerita dan menghibur
massa pendengamya. Kini orang yang pandai bercerita/mendongeng
hampir-hampir punah dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Lalu anda yang berprofesi sebagai pendidik apakah membiarkan
atau lengah dengan kemajuan ilmu dan teknologi tersebut, sehingga
berdampak terhadap kegiatan mendongeng di lahan anda? Ingat, dalam
Permen Diknas tahun 2006 tentang Standar Isi dimana ada sebagian Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar mengisyaratkan bahwa pembelajaran
mendongeng/bercerita tetap mendapat porsi yang strategis dan aktual
untuk dibelajarkan pada siswa mulai jenjang pendidikan dasar sampai
menengah.
Kenapa hal itu tetap dibicarakan tentu ada yang
melatarbelakanginya. Pertanyaan kita apakah mendengarkan cerita dongeng
cukup dirninati anak-anak?. Tua, muda tentu rnenyukainya apalagi
anak-anak. Saat dimana anak mengembangkan imajinasi dan memperluas
minatnya adalah ketika ia mendengarkan cerita. Dan cerita, anak belajar
mengenal manusia dan kehidupan serta dirinya sendiri. Lewat
cerita-cerita yang anda sampaikan, anak rneluaskan dunia dan pengalaman
hidupnya. OIeh karena itu mendongeng atau bercerita pada anak perlu
dilakukan sejak dini.
Mendongeng dapat dilakukan dengan menggunakan teks
yaitu membacakan buku atau bisa juga tanpa teks. Keuntungan membacakan
buku adalah ada kemungkinan mempercepat anak dapat membaca, karena
terbiasa melihat huruf dan kata-kata dan cerita yang anda bacakan.
Sedangkan kelebihan mendongeng tanpa teks adalah anak dapat ikut diajak
mengekspresikan dirinya. Dengan melibatkan anak dalam kegiatan mi, maka
anak yang mula-mula pemalu dan menutup din akan berubah sikap, karena
itu dianjurkan agar mendongeng dilakukan kedua-duanya saja. Agar
mendongeng lebih efektif dan menghasilkan, menurut Dr. Murti Bunanta.
SS. MA. (2004 : 10) meliputi ; (1) persiapan, (2) cerita yang
didongengkan, (3) Kapan waktu mendongeng, (4) Teknik mendongeng, dan (5)
Jenis cerita.
B. Persiapan Sebelum Mendongeng
Anda dapat mendongeng dengan cerita anda sendiri
ataupun yang diambil dan buku. Bila diambil dan buku maka anda perlu
mengenali terlebih dahulu jalan ceritanya, sifat tokoh-tokohnya, tempat
terjadinya serta pilihan kata si pengarang supaya anda dapat
menyampaikan cerita dengan baik dan lancar. Meskipun demikian anda tidak
dianjurkan untuk menghapalkan seluruh jalan ceritanya kerena bila ada
yang terlupa mungkin dapat menyebabkan anda menjadi gugup. Selain itu
cerita yang terlalu dihapalkan akan terdengar kurang wajar. Jadi cukup
anda ingat garis besarnya saja termasuk kejadian yang pokok dan penting,
klimaks dan kesimpulan cerita. Nyanyian atau sajak yang terdapat dalam
cerita dapat anda hapalkan dan ajarkan pada anak anda sehingga ia juga
ikut terlibat dan mendapat peran. Hal mi akan menambah kegembiraannya
dan anak dapat ikut mengekspresikan dirinya.
C. Cerita yang Didongengkan
Biasanya cerita yang cocok untuk didongengkan,
secara umum dapat dilihat dan ceritanya yang berjalan cepat,
penggambaran (deskripsi) yang singkat dan lebih banyak aksi (action). Kata-kata
yang dipergunakan oleh pengarang lebih sederhana dan diambil dan
kata-kata yang lebih banyak digunakan sehari-hari. Kalirnatnya singkat
dan jalan ceritanya tidak rumit dan mudah ditangkap. Biasanya banyak
katakata atau hagian kalimat yang diulang. Jadi bila kata-kata atau
nyanyian nyanyian pendek mi disampaikan pada anak, mereka akan cepat dan
spontan dapat mengikuti dan menirunya. Spontanitas dan pendengarnya
yang lebih ditekankan, sedangkan path cerita yang dibacakan emosi
pembaca yang lebih diutamakan.
Ada yang berpendapat bahwa cerita-cerita rakyat
adalah cerita yang paling cocok didongengkan karena bersifat fleksibel.
Elemen-elemennya dapat dihilangkan atau ditambah sesuai dengan pendapat
si pendongeng tentang bagian mana yang dirasa penting dan perlu
ditonjolkan. Karena adanya kelonggaran ini, cerita dapat diubah sesuai
dengan kehendak dan reaksi anak, misalnya seseorang akan menghendaki
putri dongengnya tidak berambut panjang, tetapi berambut pendek seperti
dia. Karena itulah cerita rakyat paling efektif bila didongengkan karena
bisa diadaptasi dan pendengar serta pendongeng akan memasuki situasi
yang sama.
D. Kapan Memulai Mendongeng
Sebenarnya kegiatan meudongeng itu bisa dilakukan sejak anak TK atau anak sudah berumur 4 atau 5 tahun.
Untuk pertama kalinya tentu anda hams memilih cerita yang pendek dulu,
mulai dengan bersama-sama membuka-buka buku sambil menunjukkan
gambarnya.
Yang lebih penting adalah bagaimana anda memulai
kebiasaan ini sedemikian rupa sehingga tidak terasakan sebagai paksaan
bagi anak. Juga lebih baik mendongengkan secara teratur setiap hari
meskipun dalam jangka waktu pendek daripada dalam jangka waktu panjang
tetapi tidak teratur. Untuk mengakhiri acara dianjurkan tidak
tergesa-gesa segera setelah anda selesai mendongengkan cerita. Mungkin
anak telah terbuai dengan cerita, maka anda bisa sedikit berdiskusi
dengannya mengenai apa saja yang dia tanyakan. Atau bila anak minta
diceritakan sekali lagi, tidak ada salahnya anda memenuhi permintaannya.
Bisa pula kegiatan ini dialihkan perlahan-lahan, misalnya dengan
menyuruh anak menggambar tokoh-tokoh cerita yang baru didengarnya
sebelum anda meninggalkannya bermain sendiri dan anda dapat mengatakan
kepadanya bahwa besok anda akan mendongengkannya lagi dengan cerita yang
lain.
Penting pula diperhatikan bahwa cerita yang anda
dongengkan sebaiknya sarnpai selesai. Bagi anak yang telah duduk di TK
atau kelas I atau 2 SD bisa sampai 20 menit. Bagi anak kelas 3 SD keatas
bisa diberikan sampai 30 menit mendengarkan cerita. Namun cara
rnendongengkannya tidak perlu selengkap kelas rendah. Mungkin hanya
sebagian cerita saja atau hanya bagian yang menarik saja. Hal mi
dimaksudkan untuk merangsang minatnya sehingga anak tertarik untuk
membaca seluruh isi buku. Cara mi cocok untuk memperkenalkan anak pada
novel atau buku sastra.
E. Teknik mendongeng
Teknik mendongeng hendaknya dilakukan secara
wajar. Jangan mendongeng dengan gaya yang berlebihan sehingga perhatian
anak bukan lagi ditujukan pada ceritanya. tetapi pada penampilan anda.
ini akan mengganggu penangkapannya akan cerita yang sedang anda bawakan,
Dalam membawakan cerita, anda mula-mula mengajak anak untuk
membayangkan kira-kira bagaimana tempat kejadiannya, misalnya ditengah
hutan. juga penampilan tokoh-tokohnya, umurnya. pakaiannya, dan
pengantar mengenai suasana ceritanya dan kapan kira-kira terjadinya.
Suasana yang wajar dan diiringi dengan
gerakan-gerakan yang tepat akan membawa ke negeri dongeng. Bila
diinginkan bisa pula anda memakai namanya untuk salah satu tokoh cerita.
Anak bisa dilibatkan juga misalnya dengan ikut menyanyikan lagu-lagu
pendek yang ada dalam cerita atau bisa juga diberi peran kecil.
Kecepatan anda mendongeng juga harus diperhatikan, sesuaikan dengan umur
anak dan penyampaian juga jangan dilakukan tergesa-gesa, sehingga anak
bisa merasakan ikut tenggelam dalam cerita tersebut.
Bila misalnya dalam cerita ada penggambaran
suara-suara binatang, ada yang berpendapat bahwa menirukan suara
binatang dapat dilakukan, tetapi ada juga yang hanya memberi tekanan
suara lebih dalam pada kata yang menggambarkan suara tersebut dan volume
suara lebih diperkeras, misalnya kata “mengaum” dibunyikan sebagai
“mengngauumm”.
Bila anda waktu, anda bisa pula membuat topi-topi
kertas berwajah tokoh-tokoh cerita yang bisa dipakai oleh anak. Juga
bila ada, boneka berbaju yang bisa dimainkan oleh tangan atau jan tangan
dapat menambah semarak dongeng anda. Benda-benda kecil yang
menggambarkan rumah, kursi, pohon, perabotan dan sebagainya dapat pula
anda pergunakan untuk membantu anak membayangkan tempat kejadian. Jadi
bila ada alat peraga dan anda pikir perlu juga digunakan tak ada
salahnya bila dipakai. Dengan kretivitas anda dalam mmendongeng. anak
akan belajar banyak.
F. Jenis cerita
Dalam memilih cerita sebaiknya anda mulai dan
cerita yang kira-kira yang dapat dipahami dan disukai anak, kemudian
lebih meningkat, ceritanya lebih panjang dan lebih rumit. Bila
mendongeng untuk anak yang masih kecil sebaiknya dipilih cerita yang
mempunyai tidak lebih dan 3 atau 4 tokoh yang dapat berbicara supaya
anak mudah memahaminya. Sebagai patokan jenis cerita yang disukai anak
umur 3-4 tahun adalah cerita yang memperkenalkan tentang benda dan
binatang disekitar rumah misalnya sepatu, kucing, anjing, bola dan
sebagainya. Hal semacam ini bagi orang dewasa dianggap sebagai hal yang
biasa, bagi anak merupakan hal yang luar biasa dan amat menarik
perhatiannya. Bagi anak yang berurnur 5-6 tahun buku yang memperkenalkan
huruf-huruf, akan menarik perhatiannya, misalnya huruf-huruf yang bisa
membentuk nama orang, nama binatang, dan nama buah yang ada dalam
cerita/dongeng, misal jam berapa si tokoh bangun, mandi. pergi kesekolah
dan lain-lain. Kalau pada sebelumnya anak diperkenalkan pada cerita
binatang dan kegiatan disekitar rumah. maka pada usia ini bisa dibacakan
purbakala, binatang yang ada di kebun binatang dan kegiatan diluar
rumah, seperti pasar, toko, atau tempat tempat tertentu. Pada usia 6-7
tahun anakanak mulai mengembangkan daya fantasinya, mereka sudah dapat
menerima adanya benda atau binatang yang dapat berbicara, seperti cerita
kancil dan buaya atau cerita rakyat lainnya. Tetapi masih perlu
disederhanakan atau cerita jangan terlalu panjang.
G. Penutup
- Apapun bentuknya sebaiknya mendongeng dilakukan sejak dini.
- Pilihlah sebuah cerita dongeng yang disukai ketika anda melakukan kegiatan mendongeng.
- Bila diambil dan buku maka anda perlu mengenali terlebih dahulu jalan ceritanya, sifat tokoh-tokohnya, tempat terjadinya serta pilihan kata si pengarang supaya anda dapat menyampaikan cerita dengan baik dan lancar.
- Perhatikan kecepatan membaca dan penekanannya
- Percaya diri dan tenang sejenak setelah mendongeng
Rujukan
- Dr. Murti Bunanta, SS, MA. 2004. Buku, Mendongeng, dan Minat Membaca, Pustaka Tangga, Jakarta.
- Prof. Dr. H.G Tarigan dkk, 1988. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Angkasa, Bandung.
- Lampiran Peraturan Mendiknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar) Bahasa Indonesia.
- (Mahing // Edisi III)