Friday, September 28, 2012

Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah

MANAJEMEN PENDIDIKAN BERBASIS SEKOLAH


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sistem manajemen pendidikan yang sentralistis tidak membawa kemajuan yang berarti bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Dalam kasus-kasus tertentu, manajemen sentralistis telah menyebabkan terjadinya pemandulan kreativitas pada satuan pendidikan dan berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi terjadinya stagnasi dibidang pendidikan ini diperlukan adanya paradigma baru dibidang pendidikan.
Seiring bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi paradigma pendidikan menuju kearah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikelurkanya kebijakan mengenai otonomi pendidikan melalui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS). MBS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS maka akan muncul kemandirian sekolah.
B.     Rumusan Masalah
·         Apa pengertian manajemen pendidikan berbasis sekolah?
·         Apa tujuan dan strategi menejemen pendidikan berbasis sekolah?
C.    Tujuan
Adapun tujuan dari manajemen sekolah adalah meningkatkan efesiensi, mutu dan pemerataan pendidikan yang ada di Indonesia. Dan juga untuk mendirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan, keluesan dan sumberdaya untuk meningkatkan mutu sekolah.

 
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Manajemen Berbasis Sekolah
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada bagian penjelasan pasal 51 ayat 1, “manajemen berbasis sekolah atau madrasah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah atau madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah atau madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan”.
            Manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai wujud dari “reformasi pendidikan” yang menginginkan adanya perubahan dari kondisi yang kurang baik menuju kondisi yang lebih baik dengan memberikan kewewenangan kepada sekolah untuk memberdayakan dirinya. Pada prinsinya sekolah memperoleh kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab yang tinggi dalam meningkatkan kinerja.
Roger Scott menyatakan bahwa dalam model sekolah yang menerapkan pendekatan MPBS dalam pengelolaannya, guru dan staf lainnya dapat menjadi lebih efektif karena adanya partisipasi mereka dalam membuat keputusan.sehingga rasa kepemilikan terhadap sekolah menjadi lebih tinggi dan penggunaan sumber daya pendidikan lebih optimal dan diperoleh hasil yang lebih baik[1][1].
Dalam MPBS, pihak sekolah, masyarakat dan pemerintah mempunyai peran masing-masing yang saling mendukung. Sekolah berada pada bagian terdepan dan utama dalam proses pembuatan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan, masyarakat sebagai partisipasi untuk lebih memahami, membantu dan mengontrol proses pendidikan.
Sedangkan pemerintah berperan sebagai peletek kerangka dasar kebijakan pendidikan serta menjadi fasilitator yang akan mendukung secara kondusif tercapainya peningkatan kualitas pendidikan di sekolah.
Dalam buku manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang dikeluarkan oleh Direktorat pendidikan menengah umum, Dirjen Dikdasmen, Depdiknas (1999:6-7) ( yang dikutip oleh Drs. Amiruddin Siahaan, M.Pd dkk, dalam bukunya yang berjudul manajemen pendidikan berbasis sekolah) diungkapkan beberapa indikator tanggung jawab masing-masing pihak, antara lain sebagai berikut[2][2] :
1)      Lingkungan sekolah yang aman dan tertib
2)      Sekolah memiliki misi dan target mutu yang ingin dicapai
3)      Sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat
4)      Adanya harapan yang tinggi dari personil sekolah untuk berpartisipasi
5)      Adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK
6)      Adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan dan atau perbaikan mutu 
7)      Adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua siswa dan masyarakat lainnya.
Karakteristik konsep MBS berikut ini dikutip dari http://www.mbs-sd.org sebagaimana berikut[3][3]:
1)      Upaya meningkatkan peran serta Komite Sekolah, masyarakat, DUDI (dunia usaha dan dunia industri) untuk mendukung kinerja sekolah;
2)       Program sekolah disusun dan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan proses belajar mengajar (kurikulum), bukan kepentingan administratif saja;
3)      Menerapkan prinsip efektifitas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya sekolah (anggaran, personil dan fasilitas);
4)       Mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kondisi lingkungan sekolah walau berbeda dari pola umum atau kebiasaan;
5)      Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat;
6)      Meningkatkan profesionalisme personil sekolah;
7)      Meningkatnya kemandirian sekolah di segala bidang;
8)      Adanya keterlibatan semua unsur terkait dalam perencanaan program sekolah (misal: KS, guru, Komite Sekolah, tokoh masyarakat,dll);
9)      Adanya keterbukaan dalam pengelolaan anggaran pendidikan sekolah;

B.     Implementasi Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah
Manajemen pendidikan berbasis sekolah merupakan salah satu model inovasi pendidikan di Indonesia sebagai muara dari desentralisasi pendidikan dalam kerangka proses reformasi pendidikan. Salah satu wujud dari kesungguhan konteks implementasi MPBS adalah dilakukan melalui perenungan, yaitu bertanya dan mempertanyakan apa nilai tambah yang bisa diraih dalam upaya penigkatan mutu pendidikan.
Asumsi yang mendasari implementasi MPBS adalah sekolah dipandang sebagai suatu lembaga layanan jasa pendidikan dimana kepala sekolah adalah manajer pendidikan, kepala sekolah dituntut bertanggung jab terhadap peningkatan mutu pendidikan. Untuk menghasilkan mutu yang baik, konsep MPBS memperhatikan aspek-aspek mutu yang harus dikendalikan secara komprehensif, yaitu[4][4] :


1)      Karakteristik mutu pendidikan
2)      Pembiayaan
3)      Metode atau sistem penyampaian bahan materi pelajaran
4)      Pelayanan kepada siswa dan orang tua, serta masyarakat.
Dalam pelaksanaannya di lapangan, konsep MBS memiliki instrumen kunci yang dikenal dengan nama Komite Sekolah. Tidak hanya itu, menurut Dr. JC Tukiman Taruna, seorang pakar pendidikan, implementasi MBS secara ideal mensyaratkan beberapa hal yaitu[5][5]
1)      peningkatan kualitas manajemen sekolah yang terlihat melalui transparansi keuangan, perencanaan partisipatif, dan tanggung-gugat (akuntabilitas),
2)      peningkatan pembelajaran melalui PAKEM (pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan), dan
3)      peningkatan peran serta masyarakat melalui intensitas kepedulian masyarakat terhadap sekolah
C.    Strategi Manajemen Berbasis Sekolah
a)      Pemberian otonomi sekolah
Manajemen pendidikan berbasis sekolah menganjurkan sekolah untuk dapat membiasakan diri membuat perencanaan, pengorganisasian, penyelenggaraan dan melakukan evaluasi terhadap programnya, sehingga dapat memberikan otonomi ke sekolah-sekolah. Pemberian otonomi membuat sekolah memiliki kemampuan dan terbiasa mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman atau tantangan yang sedang dan akan dialaminya. Pemberian otonomi akan mengurangi beban sekolah, beban tersebut antara lain[6][6] :
1)      Secara terpaksa harus memahami perilaku satuan atasan
2)      Tidak terbiasa memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya fasilitas secara maksimal
3)      Gamang menerima kritik dari steakholders
4)      Menganggap sekolah sebagai organisasi tertutup karena tidak membuka akses kepada masyarakat
5)      Tidak terbiasa melakukan perubahan
6)      Terasing dengan lingkungannya
7)      Menganggap peserta didik hanya sebagai warga yang perlu pengetahuan
8)      Terlalu ketat dengan struktu dan hirarki birokratis
9)      Menerima perlakuan yang sama dari satuan atasan.
Kepemimpinan sekolah yang dijalankan oleh kepala sekolah dituntut untuk dapat memanfaatkan serta menggerakkan sumber daya yang ada agar secara aktif bahkan proaktif terlibat dalam berbagai aktivitas sekolah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga melakukan evaluasi terhadap seluruh program yang telah dilaksanakan. Pemberian otonomi yang diberikan di sekolah-sekolah merupakan awal dari penerapan baru  manajemen  persekolahan, yang diharapkan dapat memberikan pelayanan terhadap masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan.
b)      Meningkatkan partisipasi masyarakat
Masyarakat adalah variabel yang akan memberikan reaksi dan respon secara langsung jika terjadi perubahan di sektor pendidikan. Masyarakat adalah stakeholders pendidikan, yaitu kelompok atau masyarakat yang membutuhkan proses dan hasil penyelenggaraan pendidikan. Cara-cara yang dilakukan untuk melibatkan masyarakat antar lain melalui[7][7] :
1)      Menghimpun masyarakat yang peduli dengan pendidikan melalui komite sekolah
2)      Memilih dan menentukan anggota komite sekolah yang memiliki pandangan yang luas tentang pendidikan

3)      Menjadikan komite sekolah sebagai tempat masyarakat berhimpun, memberikan bantuan dan masukan baik yang bersifat material atau apa saja yang memungkinkan semakin efektifnya manajemen sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan
4)      Setiap keputusan yang diambil manajemen sekolah dalam konteks pelibatan masyarakat, dilakukan secara bersama-sama dengan pengurus komite sekolah
5)      Memberikan kesempatan kepada komite sekolah untuk mencari dana, mitra dan berbagai kepentingan sekolah.
Masyarakat harus dilibatkan secara aktif sehingga masyarakat memiliki kepedulian dengan dunia pendidikan. Akan tetapi kepedulian masyarakat jangan dilibatkan secara berlebih yaitu pelibatan masyarakat yang bersifat proporsional, dalam rangka menjamin proses akuntabilitas sekolah sebagai lembaga politik yang wajib memberikan kepuasan kepada masyarakat dengan berorientasi kepada perilaku manajemen yang transparan. Bantuan-bantuan masyarakat yang diberikan masih bersifat sederhana, yaitu[8][8] :
1)      Kesediaan memberikan bantuan diluar kewajiban yang harus dibayar, umpamanya dalam membantu kebutuhan sarana dan prasarana sekolah
2)      Membantu biaya perayaan hari-hari besar agama dan Negara
3)      Bagi masyarakat yang memiliki usaha, memberikan bantuan sesuai usahanya.
Pelibatan masyarakat melalui komite sekolah merupakan salah satu aspek yang terus dipelihara sekolah-sekolah. Sekolah harus dapt memperoleh kepercayaan dari masyarakat melalui karya nyata yang dapat dilihat dari program sekolah yang menghasilkan lulusan bermutu, yaitu kelulusan yang memiliki kemampuan dalam menyerap proses pembelajaran sehingga lulusan itu sesuai dengan standar pencapaian tujuan pendidikan.

c)    Mendorong kepemimpinan kepala sekolah yang kuat
Kepemimpinan dalam konteks manajemen pendidikan berbasis sekolah harus dapat memiliki kekuatan dalam mengarahkan, mengendalikan dan melakukan pembinaan terhadap sekolah, karena kepemimpinan kepala sekolah menjadi pilar utama agar konsep-konsep MBS itu dapat direalisir.
Kepala sekolah yang dibutuhkan untuk merealisir manajemen pendidikan berbasis sekolah adalah[9][9] :
1)      Memiliki kemauan yang kuat untuk untuk melakuakan perubahan
2)      Menyadari bahwa perubahan adalah merupakan keharusan
3)      Berpandangan bahwa sekolah adalah lembaga publik yang memiliki akuntabilitas dan transparansi
4)      Memiliki arah kebijakan pendidikan secara nasional
5)      Memiliki keterampilan untuk mengatasi permasalahan proses pembelajaran
6)      Dapat melakukan interaksi yang positif dengan dunia usaha dalam upaya mencari dana untuk kepentingan sekolah
7)      Memiliki visi yang konkrit tentang implikasi pendidikan bagi masyarakat
8)      Menyadari bahwa masyarakat adalah mitra dan memberikan akses ke sekolah.
Pencapaian tujuan sekolah yang efektif, memerlukan kepala sekolah yang kuat dan handal dalam memanfaatkan berbagai sumber daya. Kepala sekolah dalam konteks penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah lebih dituntut sebagai pmimpin, yaitu orang yang melakukan tugas pengarahan dan pengendalian sehingga seluruh personil sekolah terangsang dan sadar serta secara bersama-sama melakukan tindakan untuk mencapai tujuan sekolah.


d)     Proses pengambilan keputusan yang demokratis
Pegambilan keputusan dapat didefinisikan sebagai proses untuk memilih satu diantara dua atau lebih alternatif yang tersedia yang diambil setelah melakukan analisis terhadap mudarat dan manfaat sebuah kebijakan. Prinsip demokratis dalam pengambilan keputusan adalah kebijakan yang diambil secara bersama-sama setelah melakukan analisis tentang manfaat dan mudarat sebuah kebijakan berkaitan dengan eksistensi organisasi.
Menurut Robbins (1984:74), langkah-langkah membuat keputusan adalah[10][10] :
1)      Memastikan perlunya membuat keputusan
2)      Mengidentifikasi criteria keputusan
3)      Menentukan bobot atau kriteria keputusan
4)      Membangun beberapa alternative
5)      Mengevaluasi atau menilai setiap alternative
6)      Memilih alternatif yang terbaik.
e)      Bimbingan proporsional dari satuan atasan
Pelaksanaan atau penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah memerlukan bimbingan secara terus menerus oleh satuan atasan sekolah (Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten dan Kota serta Kecamatan). Pembinaan dilakukan secara proporsional dan tidak bersifat pengendalian penu serta tidak dilakukan secara hirarkis birokratis, tetapi lebih ditekankan kepada diskusi-diskusi tentang perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat.
f)       Sekolah didorong untuk memiliki transparansi dan akuntabilitas
Transparansi dapat diartikan sebagai upaya sekolah yang menganut keterbukaan dalam manajemen organisasinya. Sedangkan akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk pertanggungjawaban sekolah dalam merealisir programnya dan program itu dapat dipertanggungjawabkan kepada publik yang memanfaatkan seluruh jasa-jasanya.
Bentuk transparansi yang dilakukan manajemen sekolah adalah sikap sekolah yang terbuka dalam melaporkan program sekolah dan sistem penilaian atau evaluasi yang diakukan secara objektif. Sedangkan bentuk akuntabilitas sekolah kepada masyarakat dilakukan melalui usaha sekolah agar tujuan pembelajaran baik berdasarkan tujuan nasional, tujuan lembaga dan tujuan kurikuler tercapai dengan sebaik-baiknya.
g)      Diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah
Kinerja sekolah adalah kinerja pendidikan, kinerja pendidikan adalah pencapaian tujuan pendidikan yang berlangsung di sekolah. Kinerja sekolah akan tercapai jika seluruh sumber daya yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan sekolah. Kinerja sekolah  dicapai dengan pelaksanaan manajemen sekolah, yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan melakukan evaluasi terhadap seluruh program yang telah diselenggarakan.
Pencapaian kinerja sekolah akan berhasil jika seluruh perangkat sekolah memahami tugas pokoknya masing-masing. Kinerja sekolah dalam konteks manajemen sekolah secara umum meliputi hal-hal berikut[11][11] :
1)   Kinerja kurikulum dan program pengajaran
2)   Kinerja tenaga pendidikan
3)   Kinerja kesiswaan
4)   Kinerja keuangan dan pembiayaan
5)   Kinerja sarana dan prasarana pendidikan
6)    Kinerja hubungan sekolah dengan masyarakat
7)   Kinerja layanan khusus.



h)      Sosialisasi secara terus menerus
Sosialisasi yang dilakukan dalam menerapkan manajemen pendidikan berbasis sekolah dapat dilakukan melalui diskusi, rapat, pertemuan informal, pengarahan dan pembinaan yang dilakukan secara berkala tanpa memberikan tekanan yang dapat membuat sekolah-sekolah akan melakukan penolakan.
Sosialisasi sepertinya adalah kata kunci bagi keberhasilan pada penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah secara utuh di sekolah-sekolah. Pada tataran sosialisasi, kekurangan dan kelemahan memiliki manfaat tersendiri, hal itu yang akan menjadi alat evaluasi untuk menentukan langkah selanjutnya sehingga ditemukan format efektif dan ideal dalam pelaksanaan yang sebenarnya. Sosialisasi akan membeikan kesempatan kepada penyelenggara pendidikan untuk memperoleh informasi seberapa jauh ide perubahan manajemen pendidikan dapat diterima, baik oleh persekolahan maupun oleh masyarakat.
D.                Tujuan Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah
Tujuan utama MPBS adalah meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi antara lain, diperoleh melalui keleluasan mengelola sumberdaya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Melalaui partisipasi orang tua terhadap sekolah fleksibilitas pengeolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepla sekolah, berlakunya system insentif dan disentif. Peningkataan pemerataan antara lain diproleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsetrasi pada kelompok tertentu. Hal ini dimungkinkan karena pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikkan yang tinggi terhadap sekolah.
Manajemen berbasis sekolah juga bertujuan untuk mendirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan, keluesan dan sumberdaya untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan diberikannya kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan kurikulum, guru didorong untuk berinovasi, dengan mlakukan eksperimentasi-eksperimentasi dilingkungan sekolah[12][12].
Hal yang paling penting dalam implementasi manajemen berbasis sekolah adalah manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Dr.E. Mulayasa, M. pd mengungkapkan sekurang-kurangnya ada tujuh komponen yang harus dikelola dengan baik dalam rangka MBS.
1.      Kurikulum dan Program Pembelajaran
Manajemen kurikulum dan program pembelajaran mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian kurikulum. Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional pada umunya telah dilakukan oleh departemen pada tingkat pusat. Karena itu level sekolah yang paling penting adalah bagaimana merealisasikan dan menyesuaikan kurikulum tersebut dengan kegiatan pembelajaran.
2.      Tenaga Kependidikan
Manajemen kependidikan mencakup:
·         Perencanaan pegawai
·         Pengadaan pegawai
·         Pembinaan dan pengembangan pegawai
·         Promosi dan mutasi
·         Pemberhentian pegawai
·         Kompensasi
·         Penilaian pegawai
3.      Kesiswaan
Manajemen kesiswaan merupakan salah satu bidang oprasional MBS, yaitu peranan dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik, mulai masuk sampai keluarnya peserta didik dari suatu sekolah. Manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek yang lebih luas yang secara operasional dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah[13][13].
4.      Pembiayaan
Dalam rangka implementasi MBS, manajemen keuangan harus dilaksanakan dengan baik dan teliti mulai dari tahap penyusunan anggaran, penggunaan, sampai pengawasan dan pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar dana sekolah benar-benar dapat dimanfaatkan secara efektif, efisien, dan tidak ada kebocoran-kebocoran, serta bebas dari penyakit korupsi, kolusi, dan nepotisme.
5.      Sarana dan Prasarana Pendidikan
Manajemen sarana dan prasarana bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan konstribusi secara optimal pada jalannya proses pendidikan.
6.      Pengelolaan Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Sekolah dan masyarakat memilki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan secara efektif  dan efisien.
7.      Manajemen Pelayanan Khusus Lembaga Pendidikan
Manajemen khusus meliputi manajemen perpustakaan, kesehatan, dan keamanan sekolah.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesan lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumber daya, sekolah meningkatkan partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepsek, karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, masyarakat, ilmuwan dan pengusaha) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan dan perundang-undangan yang berlaku. Karena itu, esensi MBS adalah otonomi sekolah + fleksibilitas + partisipasi untuk meningkatkan mutu sekolah.
Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan atau kemandirian dalam mengatur dan mengurus sekolahnya sendiri, tidak tergantung kepada pihak lain. Kemandirian dalam program sekolah dan pendanaan merupakan tolak ukur utama kemandirian sekolah. Dengan kemandirian sekolah yang terus menerus diharapkan akan menjamin keberlanjutan sekolah (sustainabilitas) sekolah.
Fleksibilitas dapat diartikan sebagai keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya sekolah seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan cara sekolah akan lebih responsif dan lebih cepat dalam menanggapi tantangan yang dihadapi, namun harus tetap sesuai dengan peraturan yang berlaku.
 Peningkatan partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, dimana warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat (orang tua, komite sekolah, tokoh masyarakat, usahawan atau ilmuwan dsb) terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini dilandasi keyakinan bahwa bila semua berpartisipasi maka semua akan mempunyai rasa memiliki yang tinggi. Hal ini diharapkan akan menciptakan keterbukaan, akuntabilitas dan kerja tim yang kuat.

DAFTAR PUSTAKA
Fattah, Nanang. Dr. 2000. Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung : CV. Andira
Rachman shaleh Abdul, 2004. Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Jakarta : Raja Grafindo Persada
Siahaan, Amiruddin. Drs. M. Pd, dkk. 2006. Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, Ciputat : Quantum Teaching



[1][1] Amiruddin Siahaan, dkk. Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, (ciputat : Ciputat Press Group, 2006) hlm. 31
[2][2] Ibid., hlm. 32-33 
[4][4] Nanang Fattah, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung : CV. Andira, 2000), hlm: 12
[6][6] Amiruddin Siahaan, dkk. Op.cit., hal. 125
[7][7] Ibid., hlm. 128
[8][8] Ibid., hlm. 130
[9][9] Ibid., hlm. 132
[10][10] Ibid., hlm. 138
[11][11] Ibid., hlm. 149
[12][12] Abdul Rachman shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm 227
[13][13] Ibid., hlm. 231
Disqus Comments